Generasi Instan

Posted on January 14, 2007. Filed under: Komentar - Passing thoughts and opinions |

Semua yang instan memang praktis, tapi tidak selamanya disarankan.

Mama saya termasuk manusia yang paling skeptis akan segala hal yang berbau instan. Mi instan dicoret dari daftar menu rumah selama saya dalam masa pertumbuhan, karena menurut mama, terlepas dari butanya dia akan ilmu kimia dan gizi, sesuatu yang instan pasti mengandung zat kimia yang kemungkinan berbahaya bagi pertumbuhan otak anaknya. Bumbu instan dipandang setengah mata oleh mama yang keahlian masaknya telah tersinggung oleh teknologi. Praktek pengajaran apapun yang serba ekspres selalu membuatnya curiga dan ragu. Filosofi sederhana beliau: sesuatu yang didapat dengan mudah dan cepat akan hilang dengan cepat pula. Jadi dia lebih percaya akan versi belajar tradisional, belajar dengan tekun tanpa mengenal waktu dan tidak perlu tergiur akan jalan pintas yang hanya memberikan kegunaan sementara.

Saya pun terbiasa untuk sabar dalam belajar apa pun. Otak lambat dan ketidaksabaran sungguh bukan kombinasi yang paling baik untuk seorang pelajar, tapi tatapan garang seorang ibu membuat saya hanya bisa menghela nafas dan kembali ke berbagai baris kalimat di buku pelajaran.

Anehnya, sampai di sekolah semua teman-teman saya malah saling membanggakan jalan pintas yang didapat di les. Rumus cepat Fisika, Matematika, Kimia, sebut saja…semua ada. Sistem pendidikan yang mendewakan nilai di atas pemahaman, telah membentuk generasi instan, generasi yang mementingkan kesingkatan. Pintar kalau bisa dengan cepat, terlepas dari apakah bisanya karena membeo rumus singkat guru les tambahan atau karena benar-benar mengerti apa yang sedang dituturkan.

Masih terlalu jelas di ingatan, ketika hobi saya membungkuk lama, menguraikan berbagai persamaan matematika sampai lembaran halaman dicemooh oleh teman-teman yang mampu menyelesaikan teka-teki tersebut dalam 3 baris. Kepuasan saya melihat barisan uraian x,y,z dipandang lambat, padahal hanya dengan uraian panjang itu saya mengerti proses membedah si persamaan matematika.

Kemudian, ketika proses singkat dalam pemahaman tidak bisa diperoleh, jalan pintas tidak terhormat diambil. Lirik kanan-kiri, menyalahkan si ilmu atau sang guru. Ilmu yang terlalu susah, tidak perlu, atau usang; guru yang tidak becus mengajar, pilih kasih, dsb. Kembali, saya bersyukur memiliki kedua orang tua yang belum tercemar oleh budaya instan yang selalu berusaha melindungi anaknya dari nikmat singkat sebuah keinstanan.

Keluhan saya pasti akan dibalas dengan kalimat keras: Tidak ada ilmu yang tidak bisa dipahami kalau kamu mau meluangkan waktu untuk berusaha. Sebelum menyalahkan seorang guru, setiap murid harus tahu diri dan bertanya siapa yang tidak becus, yang mengajar atau yang belajar?

Jadi pahamilah, bagi saya yang tidak terbiasa akan budaya instan, saya tidak akan bisa menjawab pertanyaan bagaimana bisa menguasai dan lancar berbahasa Inggris dengan cepat.

Tulisan singkat saya tentang belajar bahasa Inggris bukan obat ajaib untuk bisa langsung bilingual dalam waktu sebulan, dua bulan, atau tiga bulan. Jangan tersinggung atau enggan ketika saya tidak bisa memberikan “rumus singkat”. Saya sendiri tidak pernah mengambil jalan pintas. Saya bisa berbahasa Inggris seperti sekarang karena saya belajar semenjak umur 8 tahun. Semenjak, karena sampai sekarang saya masih belajar setiap hari. Iya, SETIAP HARI. Selama 20 tahun.

Saya terus terang agak sedih setiap menerima pertanyaan “bagaimana caranya belajar bahasa Inggris dengan cepat”, sedih karena saya memang tidak bisa menjawab dan lebih sedih lagi karena budaya instan sudah terlalu mengakar. Saya juga kecewa ketika membaca sebuah email di milis yang menerangkan bagaimana akhirnya sang penulis sadar akan pentingnya kesabaran dan pemahaman bahasa Inggris untuk lulus les TOEFL. Kecewa karena pemahaman tersebut datang belakangan, bukan sebagai sebuah awal.

Jadi ingin bisa lancar berbahasa Inggris? Belajar grammar dasar, mengenal kosa kata dari nol, membaca bahasa Inggris dan memperbanyak kosa kata, menulis dan mengedit tulisan sendiri, berkomunikasi dalam bahasa Inggris setiap hari, tidak pernah merasa puas dan berusaha meningkatkan kemampuan berbahasa, selama bertahun-tahun. Hanya ini resepnya.

Kalau ada yang mengeluh, saya sudah mulai terlambat jadi perlu rumus cepet untuk mengejar ketinggalan, saran saya cuma satu, kejar ketinggalan dengan berusaha lebih giat. Ketinggalan tidak akan terobati hanya dengan mengeluh dan pasrah. Kemampuan berbahasa Indonesia kita saja dipelajari semenjak kita dalam kandungan, jadi jangan kecut duluan membayangkan tahunan yang harus dilewati untuk menguasai bahasa Inggris atau bahasa lainnya.

Mari belajar bersama-sama, tanpa jalan singkat. Saya akan coba menulis lebih banyak tentang kursus bahasa Inggris. Apalagi saya sudah menemukan buku grammar yang sangat bagus, saya jadi bisa belajar lagi dan mengingatkan otak yang sudah sering alpa. πŸ™‚

Make a Comment

Leave a reply to pekik Cancel reply

19 Responses to “Generasi Instan”

RSS Feed for Another try Comments RSS Feed

Salam Kenal ya mbak, aku mau mengucapkan
terimakasih untuk tulisan yang cukup bisa beri aku inspirasi untuk belajar bahasa inggris lebih giat lagi dan juga belajar bahasa lain dengan tidak terburu-buru, karena aku salah satu orang yang senang belajar ‘instan’ dan ternyata setelah bekerja, pola belajar seperti tidak memberi manfaat maksimal buat tempat aku bekerja dan aku sendiri….

Intinya adalah ketekunan, dan itu dimulai dari niat belajar nya. Sayang memang, banyak orang belajar hanya untuk mengejar nilai (TOEFL misalnya), ya itulah jadinya, nggak berbekas.

Pengalaman pribadi juga sih he2x..

Pipitt rumah baru yaaa… congrats! Aku mau pindah ragu-ragu melulu!

Btw, kalo aku demennya yang instan-instan malah hehehe ^^

Emang ada yang punya rumah baru ya??? Wah kapan nih diundang makan2? πŸ˜€

Btw, kalo jaman sekarang emang jaman instan mbak… Bayangin aja pergi kerja nyubuh, pulang ke rumah malam, kalo tidak ada yang namanya sereal instan, mi instan, dan lain2 bisa2 24 jam gak cukup lagi buat sehari… butuhnya 30 jam πŸ™‚ Memang sih bisa beli di tempat yang menyediakan tapi tidak mungkin begitu terus kan? πŸ˜€

Lagi pula orang2 memang sudah terbiasa dengan yang namanya jalan pintas alias shortcut, karena memang sudah (di)budaya(kan). Mau buat SIM instan? Tinggal bayar πŸ™‚

Bahkan untuk yang namanya ilmu bisa pake instan2an, seperti yang mbak sebutkan misalnya rumus cepat dll. Tapi ya itu, tidak ada pemahaman sama sekali. Begitu konteksnya diubah sedikit, langsung bengong soalnya tidak didefine di rumus cepatnya hehehe…

Hal ini sayangnya juga kebawa2 sampai waktu jadi profesional sekalipun 😦

hmm..berarti rumus lama masih berlaku ya? rajin, rajin, dan rajin πŸ™‚

Total dua tahun belajar tanpa henti untuk bisa mengerti, rather fluently, bahasa Italia. Tapi itu pun tertolong oleh fakta sebelumnya grammar FR telah saya pelajari, bertahun-tahun.

Hai Pit, apa kabar. Lama nggak mampir ke bla3x yang di blogger tahu-tahu udah pindahan.

Untuk belajar bahasa, koleksi kosakata itu sangat penting. Soalnya, pernah suatu ketika ada seorang Nigeria yang sudah fasih berbahasa inggris berkomentar dengan kata yang sebetulnya tepat untuk suatu kejadian yang baru saja kami lihat, namun berhubung saya samasekali belum pernah menggunakan kosakata tersebut, saya jadi melongo.

Adegan selanjutnya adalah bagaimana si Nigeria itu berusaha mendefinisikan kata yang tidak saya fahami tersebut, dan buntut-buntutnya orang itu malah mempertanyakan dirinya sendiri apakah kata yang ia gunakan selama ini adalah kata yang tepat, hahahaha…

NB: Peristiwa yang kami lihat adalah aplus/pergantian shift kerja seorang karyawan, dimana seorang pekerja melakukan serahterima pekerjaan kepada penggantinya. Dan kata yang waktu itu digunakan adalah “handing over”

salam kenal.
ide tulisn yang menarik. saya sepakat dengan pemikiran anda. tapi kemudian…
sebatas pertanyaan “Apa yang bisa kita lakukann dengan kondisi macam ini?
budaya instan tak hanya menyebar di negeri kita, tapi mengakar lantas berbuah. ketika harga beras membengkak, bukan memperbaiki irigasi tetapi mengimpor dan mengimpor
mengimpor.

Iya nih
Aku punya guru yg bisa bikin aku ngerti, tapi sayangnya temen2ku gak pada suka soalnya menurut mereka kayak gitu nggak penting.
“Di UM-UGM gak bakal keluar…”
yah..
Btw, salam kenal ya mbak

Salam kenal,sekarang disain blognya bagus… bagi-bagi dong…

Mari..mari…

wah keren nih…. waduh maksih mau membagi ilmunya, apalagi di wordpress.com…smoga byk yg terbantu..termasuk saya kekekke…dari dulu belajar bhs inggris gak maju2..apalagi nulis, percakapan, listening dst…. ya udah …selamet berkarya..salam kenal

yup, bener banget, kayaknya kita senasib, tapi (untungnya) orangtua saya gak anti pati sama makanan instan, belajar dari umur 8 tahun?? yup sama juga, tapi akhirnya saya memutuskan mengambil jurusan sastra inggris juga demi (dan penuh berharap) bisa ngomong bahasa inggris casciscus
tapi tetep, untuk ngambil beasiswa atau cari nilai toefl, ..the main point are learning and practicing..

satu hal yang pasti, mari belajar tentang proses tentang apapun itu. termasuk kehidupan ini. mari berhenti mengumpat dan menggumam, dan belajar menyimak dan merenung

Hmmm.. sebenernya dari panjang tulisan2 mbak udah kelihatan.. ini nulisnya pasti dengan penuh kesabaran πŸ˜›

Nasib anak kost, sarapannya ya mie instant πŸ˜€

Reblogged this on Punya Hanna Wilbur and commented:
Penting untuk Para Pendidik. Aku suka kata-kata, “Filosofi sederhana beliau: sesuatu yang didapat dengan mudah dan cepat akan hilang dengan cepat pula. Jadi dia lebih percaya akan versi belajar tradisional, belajar dengan tekun tanpa mengenal waktu dan tidak perlu tergiur akan jalan pintas yang hanya memberikan kegunaan sementara.”

mapir baca baca

kalo hasilnya sama pilih yg instant dong


Where's The Comment Form?

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...